
*Sekelompok orang meledakkan
Borobudur. Kasus ini masih menjadi
misteri.
Candi Borobudur diledakkan 21 Januari
1985. Foto: repro koran Kompas, 22
Januari 1985.
IMD - ANCAMAN peledakan Borobudur beredar
di media sosial pada 15 Agustus 2014.
Menurut laman The Jakarta Post,
ancaman berasal dari akun Facebook
bernama “We Are Islamic State”. Polisi
menanggapi serius ancaman itu untuk
menghindari peledakan Borobudur jilid
II. Sebab, sekelompok orang pernah
meledakkan Borobudur pada 21 Januari
1985.
Jarum jam menunjuk pukul 01.20. Dua
satpam Borobudur bergerak
meninggalkan pos I untuk berpatroli
rutin. Baru sepuluh menit berjalan,
mereka mendengar suara keras.
Sebuah
ledakan! Keduanya berlarian. Pada
langkah kesepuluh, mereka mendengar
ledakan lagi. Dan lagi. “Ledakan terakhir
pukul 03.40 adalah ledakan yang ke-9,”
tulis Naning Indrati dalam “Sembilan
Ledakan di Borobudur,” termuat di
Rangkaian Peristiwa 1985.
Petugas Garnisun Magelang tiba pukul
04.30 dan lekas menyisir candi. Mereka
melihat batu-batu candi berserakan.
“Ledakan ternyata telah merusak 9 stupa
berlubang: 3 yang berada di sisi timur
batur pertama Arupadhatu, 2 lagi yang
terdapat di batur kedua dan 4 lainnya di
batur ketiga,” tulis Daoed Joesoef,
mantan menteri pendidikan dan
kebudayaan sekaligus tokoh pemugaran
candi Borobudur, dalam Borobudur.
Pagi pukul 09.00, masyarakat dan
wartawan mulai berkumpul. Tiba-tiba
kegemparan melanda lagi. Petugas
menemukan dua bom aktif di lantai 8
dan 9 candi. Sersan Sugianto, ahli bom
dari Yon Zipur IV Polda Jateng, berhasil
mencegah bom meledak.
Siang pukul 14.00, Pangdam VII
Diponegoro Mayjen Soegiarto menggelar
konferensi pers. Dia berusaha
menenangkan masyarakat,
mengumumkan bahwa tak ada korban
jiwa dan candi tak rusak berat. Tapi
masyarakat tetap terkejut dan khawatir
situs sakral bagi umat Budha itu hancur.
“How come?” tanya Daoed Joesoef. Dia
marah dan malu bom bisa meledak di
Borobudur. Indonesia seketika jadi
sorotan internasional. “Ledakan yang
menghancurkan itu pasti mencoreng
muka Ibu Pertiwi yang beradab karena
ternyata masih memiliki putra yang
biadab,” tulis Daoed.
Dia bilang sering
menerima surat kaleng dan selebaran
gelap. Isinya berupa makian, hujatan, dan
kutukan; bahwa Daoed seorang kafir dan
bertanggung jawab atas pembangunan
berhala terbesar di tanah air.
Spekulasi pelaku peledakan pun
bermunculan. Pemerintah mengarahkan
kecurigaan pada kelompok Islam radikal.
Ketegangan antara pemerintah dan
kelompok Islam meningkat sejak
peristiwa Tanjung Priok September 1984
dan penolakan asas tunggal Pancasila.
Kiai Haji Haman Djafar, pemimpin Pondok
Pesantren Pabelan yang berlokasi 8
kilometer dari Borobudur, mencoba
membedakan aksi peledakan dari ajaran
Islam. “…Perbuatan itu tidak mewakili
perbuatan sesuatu agama, tetapi
perbuatan orang marah,” kata Haman,
dikutip Naning Indrati. Dia juga
mengajak semua pihak agar mawas diri
dan saling tepa slira.
Empat bulan setelah peledakan, polisi
menangkap para pelaku. Antara lain
Abdul Kadir bin Ali al-Habsyi dan Husein
bin Ali al-Habsyi, dua bersaudara.
Di
pengadilan jaksa penuntut menuduh
mereka meledakkan Borobudur sebagai
balas dendam atas peristiwa Tanjung
Priok 1984. Mereka menolak tuduhan
jaksa, tapi pengadilan tetap memutuskan
mereka bersalah. Abdul Kadir mendapat
hukuman 20 tahun penjara, sedangkan
Husein seumur hidup. Tapi Husein
mendapatkan grasi dari pemerintah
Habibie pada 23 Maret 1999.
Peledakan Borobudur masih menyisakan
misteri. Sebab Mohammad Jawad, yang
dituding Husein sebagai otak peledakan,
sampai saat ini belum tertangkap.
SOE : GM : Historia
0 Komentar
Penulisan markup di komentar